Recent post
Taman Nasional Alas Purwo
Taman Nasional Alas Purwo, adalah taman nasional yang terletak di kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Purwoharjo, Banyuwangi.
Taman nasional ini memiliki luas 43.420 ha yang terdiri dari: Zona
Inti (Sanctuary Zone), Zona Rimba (Wilderness Zone), Zona Pemanfaatan
(Intensive Zone) dan Zona Penyangga (Buffer Zone).
Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah
dan terdapat sedikitnya 584 jenis tumbuhan seperti, rumput, herba,
semak, liana dan pohon.
Tumbuhan khas dan endemik pada taman nasional ini yaitu sawo kecik
(Manilkara kauki) dan bambu manggong (Gigantochloa manggong). Tumbuhan
lainnya adalah ketapang (Terminalia cattapa), nyamplung (Calophyllum
inophyllum), kepuh (Sterculia foetida), keben (Barringtonia asiatica),
dan 13 jenis bambu.
Taman Nasional Alas Purwo juga merupakan habitat dari beberapa satwa
liar seperti lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus), banteng
(Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), burung merak
(Pavo muticus), ayam hutan (Gallus gallus), rusa (Cervus timorensis
russa), macan tutul (Panthera pardus melas), dan kucing bakau
(Prionailurus bengalensis javanensis). Satwa langka dan dilindungi
seperti penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing
(Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu
hijau (Chelonia mydas) yang biasanya sering mendarat di pantai Selatan
taman nasional ini pada bulan Januari - September.
Pantai
Plengkung / G-Land
Indonesia akan bangga memiliki Pantai
Plengkung di ujung timur Pulau Jawa. Selain karena keindahan dan
kealamiannya, juga karena menjadi salah satu tempat berselancar terbaik di
dunia. Pantai Plengkung atau lebih popular disebut G-Land menawarkan
surga bagi surfer professional untuk menunggang ombak yang luar biasa.
Pantai
Plengkung dijuluki “The Seven Giant Waves Wonder" oleh peselancar asing
karena memiliki 7 gulungan ombak hingga 6 meter tingginya.
Ada beberapa konotasi berbeda mengapa Pantai
Pelengkung disebut G-Land. Huruf ‘G’ untuk G-Land memiliki tiga
pengertian beragam. Pertama, untuk huruf awal kata “Great”
sebagai gambaran ombaknya yang luar biasa. Kedua, untuk huruf awal
kata “Green” atau kadang “Green Land” karena lokasinya
tidak jauh dari hamparan hutan hujan tropis tua yang hijau yaitu Taman Nasional
Alas Purwo. Ketiga, merujuk pada ‘G’ untuk awal huruf kata ‘Grajagan,’
sebuah pantai dan pelabuhan tempat kapal-kapal yang dipakai wisatawan untuk
mencapai Plengkung. Sebutan G-land juga berarti karena Plengkung yang berada di
Teluk Grajagan yang menyerupai huruf G.
Keunikan ombak di G-Land ini adalah baru pecah
setelah 1 hingga 2 km dari arah timur ke barat dengan ketinggian mencapai 4-6
meter dalam interval 5 menit. Dengan kondisi tersebut membuat peselancar
proffesional dapat menikmati gulungan ombak atau “barrel” yang
lebih lama dan panjang. Oleh karena itu tidaklah mengherankan Plengkung sudah
lima kali menjadi tuan rumah ajang surfing internasional.
Dengan formasi ombak raksasa datang
susul-menyusul sebanyak 7 lapis dan bersusun "go to left"
membuatnya cocok ditunggangi peselancar kidal. Inilah yg membuat G-Land menjadi
idaman dunia surfing internasional dan salah satu pantai yang
mempunyai ombak terbaik di dunia.
Selain di Plengkung, hanya Hawaii, Australia, dan
Afrika Selatan saja yang memiliki ombak menantang seperti itu. Ombak di
Plengkung adalah nomor dua setelah di Hawaii. Hawaii sendiri memiliki ombak
terus menerus sepanjang tahun. Puncak ombak di Plengkung hanya ada di
bulan-bulan tertentu antara April hingga Agustus.
Bob Laverty dan Bill Boyum adalah orang pertama
yang mempopularkan pantai dan ombak di Pantai Plengkung tahun 1972. Kemudian
mereka mendirikan surf camp di sana dan akhirnya dikenal luas
peselancar kelas dunia dari berbagai negara. Berikutnya, Bobby Radiasa seorang
peselancar dari Bali, mengembangkan surf camp
dan mengelolanya hingga saat ini.
Hamparan pantai berpasir putih di kawasan ini
diselimuti kawasan hutan yang masih alami dan jauh dari kebisingan hiruk pikuk
perkotaan. Jelasnya di sini tak cukup sinyal handphone Anda untuk aktif, tak
pula terjangkau jaringan televisi, serta tidak ada pula pedagang kaki lima.
Semua itu telah menjadikannya Plengkung sebagai kawasan paling ideal untuk Anda
yang ingin berselancar dan benar-benar menjauh sejenak dari peradaban kota.
Transportasi
Cara menuju Plengkung ada dua, yaitu pertama
melalui jalur darat dari Banyuwangi-Kalipahit sekitar 59 km dengan bus.
Kalipahit-Pasaranyar sejauh 3 km dengan ojek atau menyewa mobil. Pasaranyar
Trianggulasi-Pancur berjarak 15 km. Kemudian Pancur-Plengkung berjarak 9 km.
Cara kedua, melalui jalur darat-laut dari Banyuwangi-Benculuk sekitar
35 km naik bus atau kendaraan umum lainnya. Benculuk-Grajagan sekitar 18 km,
kemudian dari Pantai Grajagan ke Pantai Plengkung dengan
speet boat.
Perjalanan dari Pos Perhutani menuju Plengkung
sekitar 1,5 jam melewati jalan aspal di 2 km awal dan jalan tanah di
sekitar 8 km berikutnya melewati Taman Nasional Alas Purwo. Terkadang bila
beruntung Anda dapat melihat monyet liar, burung merak liar, dan beragam jenis
burung lainnya. Yang jelas, pepohonan di sini berukuran besar.
Kegiatan
Tinggi ombak di Plengkung ini cenderung kurang
tepat bagi peselancar pemula. Akan tetapi, Anda tidak perlu cemas apabila tidak
bisa berselancar karena pemandangan alam kawasan ini sangat menawan dan luar
biasa.
Pagi hari setelah sarapan, berjalan-jalanlah
menyusuri pantai pasir putih Plengkung. Pasirnya benar-benar putih seperti
butiran kristal dan kaki Anda akan terbenam menginjaknya. Sejauh mata memandang
tak kalah indah karena ada hamparan air laut luas membentang.
Pukul 10 pagi, Anda dapat menonton para surfer
terjun ke laut. Menyaksikan atraksi luar biasa dari kejauhan di rumah panggung
yang memang disediakan bagi penonton. Sangat disarankan Anda membawa teropong
agar dapat melihat para surfer beraksi karena ombak besarnya memang agak ke
tengah laut. Bagi Anda yang hobi fotografi maka perlu lensa binocular tentunya
di sini.
Ombak Plengkung terbagi tiga tingkatan yaitu kong,
speedis, dan many track. Masing masing ombak berada di area yang berbeda.
Jenis ombak tingkat pertama yakni kong, ini merupakan ombak yang
tingginya mencapai 6-8 meter. Ombak ini paling dicari oleh peselancar
internasional. Tingkat kedua, speedis, mempunyai ketinggian 5-6 meter
dan menjadi konsumsi peselancar professional. Kemudian, tingkat ketiga dikenal
dengan sebutan many track dengan tinggi ombak sekitar 3-4 meter.
Ombak speedis cocok untuk pemula meskipun peselancar
professional juga sering datang ke sini pada bulan Maret-Juni menunggu bulan
Juli sampai September dimana ombak di Plengkung begitu menantang. Di bulan-bulan
tersebut peselancar dari mancanegara berdatangan.
Bagi Anda yang ingin belajar berselancar jangan
khawatir, di Pantai Batu Lawang adalah tempat yang tepat untuk belajar dan
menjajal ombak many track. Lokasinya tidak jauh dari Plengkung. Jika
ditempuh dengan jalan kaki memakan waktu sekitar 20 menit. Wisatawan
mancanegara sering menyebut ombak di daerah tersebut dengan sebutan "twenty-twenty"
yang artinya 20 menit mendayung ke tengah dan 20 menit menikmati titian ombak.
Selain Pantai Plengkung ada juga Pantai Parang
Ireng yang terhampar pantai indah berpasir putih bersih bak kristal. Patut pula
Anda mengunjungi Pantai Gotri dengan pasir putihnya yang berbentuk bulat besar
dan sangat ringan sehingga terasa sulit untuk berjalan di pantainya.
Antara Pancur ke Plengkung terdapat hutan sawo
kecik unik yang tumbuh berjajar di tepi pantai. Buah sawo kecik kulitnya
berwarna merah dan buahnya manis dapat langsung Anda ambil dan cicipi saat
berjatuhan di tanah.
Tips
- Dalam setahun, bulan Mei sampai Oktober adalah bulan terbaik untuk surfing. Terutama di bulan Juli sampai September, peselancar mancanegara berdatangan ke sini karena di bulan tersebut akan temui panjang dan ketinggian ombak yang maksimal.
- Bila Anda ingin mengabadikan aksi para peselancar maka perlu membawa lensa binocular untuk memfotonya. Untuk menyaksikan aksi peselancar di tengah laut bawalah juga teropong.
GANDRUNG, TARI ASLI BANYUWANGI
Kata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Pertunjukan Gandrung Banyuwangi
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju"
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa,
dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah
jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya,
Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan,
pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak
resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut
kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan
berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Sejarah
Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan
“Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan
pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik
sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian
antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu.
Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya
antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka itu keliling
ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan
sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka
membawanya didalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab
“Gandrung Lelaki”).
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan
cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung
semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi
berupa kendang dan beberapa rebana (terbang). Mereka setiap hari
berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat
Balambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang
jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat peperangan yaitu
penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767
untuk merebut Balambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya
perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada
tanggal 11 Oktober 1772. Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri,
tertawan, hilang tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh
Kompeni lebih dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal
sekitar lima ribu jiwa hidup terlantar dengan keadaannya yang sangat
memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan
banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para orang tua, para
janda serta anak-anak yang tak lagi punya orang tua.(telah yatim piyatu)
dan selain itu ada juga yang melarikan diri menyingkir ke negeri lain.
Seperti ke Bali, Mataram, Madura dan lain sebagainya.
Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari
penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya.
Dan sebenarnya yang tampaknya sebagai imbalan tersebut, merupakan
sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya
sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik
mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan
hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah
usai.
Mengenai mereka yang bersikeras hidup di hutan dengan keadaannya yang
memprihatinkan tersebut, disinggung oleh C. Lekerkerker yang menulis
beberapa kejadian setelah Bayu dapat dihancurkan oleh gempuran Kompeni
pada tanggal 11 Oktober 1772, antara lain sebagai berikut; Pada tanggal 7
Nopember 1772, sebanyak 2505 orang lelaki dan perempuan telah
menyerahkan diri ke Kompeni, Van Wikkerman mengatakan bahwa Schophoff
telah menyuruh menenggelamkan tawanan laki-laki yang dituduh mengobarkan
amuk dan yang telah memakan dagingnya dari mayatnya Van Schaar. Juga
dikatakan bahwa orang-orang Madura telah merebut para wanita dan
anak-anak sebagai hasil perang. Sebagian dari mereka yang berhasil
melarikan diri kedalam hutan telah meninggal karena kesengsaraan yang
dialami mereka. Sehingga udara yang disebabkan mayat-mayat yang membusuk
sampai jarak yang jauh. Yang lainnya menetap dihutan-hutan seperti;
Pucang Kerep, Kali Agung, Petang dan sebagainya. Dan mereka bersikap
keras tetap tinggal dalam hutan dengan segala penderitaannya.
Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat perjuang dan
yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan mendatangi
tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup
bercerai-berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih
menetap di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian
mereka mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk
kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum
yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa Mas
Alit. Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama
Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad
(Tirta-arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan
kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah
dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi
Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat serbuan
Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten Banyuwangi).
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi,
seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada
tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita
penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun,
namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah)
bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung
sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak
ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para
lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte
(1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini
adalah kendang. Pada saat itu, biola
telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun
lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran
Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti
perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada
tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh
adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai
nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero
Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya
boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun
sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan
gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber
mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin
terdesak sejak akhir abad ke-20.
Source : http://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi
BAHASA OSING
Bahasa Osing adalah bahasa yang dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Secara linguistik, bahasa ini termasuk dari cabang Formosa dalam rumpun bahasa Austronesia.
Jumlah dan Wilayah Persebaran
Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare
Using" / laros ini diperkirakan mencapai 500 ribu jiwa dan secara
otomatis menjadi pendukung tutur Bahasa Osing ini. Penutur Bahasa Osing
ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran ataupun bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan.
Namun dialek Osing di wilayah Jember ini telah banyak terpengaruh
bahasa Jawa dan Madura akibat keterisolasiannya dari daerah penutur
Osing lainnya di Banyuwangi. dijember penutur osing dulu termasuk
Kampung Using (dekat stasiun kereta api kota Jember). Biting Arjasa, .
Desa Kemiri Kecamatan Panti. Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan
Kecamatan Puger dan daerah tegal boto .
Sistem pengucapan atau fonologi
Bahasa Osing mempunyai keunikan dalam sistem pelafalannya, antara lain:
- Adanya diftong [ai] untuk vokal [i] : semua leksikon berakhiran "i" pada bahasa Osing khususnya Banyuwangi selalu terlafal "ai". Seperti misalnya "geni" terbaca "genai", "bengi" terbaca "bengai", "gedigi" (begini) terbaca "gedigai".
- Adanya diftong [au] untuk vokal [u]: leksikon berakhiran "u" hampir selalu terbaca "au". Seperti "gedigu" (begitu) terbaca "gedigau", "asu" terbaca "asau", "awu" terbaca "awau".
- Lafal konsonan [k] untuk konsonan [q]. Di Bahasa Jawa, terutama pada leksikon berakhiran huruf "k" selalu dilafalkan dengan glottal "q". Sedangkan di Bahasa Osing, justru tetap terbaca "k" yang artinya konsonan hambat velar. antara lain "apik" terbaca "apiK", "manuk", terbaca "manuK" dan seterusnya.
- Konsonan glotal [q] yang di Bahasa Jawa justru tidak ada seperti kata [piro'], [kiwo'] dan demikian seterusnya.
- Palatalisasi [y]. Dalam Bahasa Osing, kerap muncul pada leksikon yang mengandung [ba], [ga], [da], [wa]. Seperti "bapak" dilafalkan "byapak", "uwak" dilafalkan "uwyak", "embah" dilafalkan "embyah", "Banyuwangi" dilafalkan "byanyuwangai", "dhawuk" dibaca "dyawuk".
Varian Bahasa Osing
Bahasa Osing mempunyai banyak kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa
Jawa Kuna yang masih tertinggal. Namun di wilayah Banyuwangi sendiri
terdapat variasi penggunaan dan kekunaan juga terlihat di situ. Varian
yang dianggap Kunoan terdapat utamanya diwilayah Giri,Glagah dan "Licin,
dimana bahasa Osing di sana masih dianggap murni. Sedangkan Bahasa
Osing di Kabupaten Jember telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan
Madura. Serta pelafalan yang berbeda dengan Bahasa Osing di Banyuwangi.
Gaya Penggunaan Bahasa
Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama lain ternyata tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing
adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak
mengenal bentuk Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang
menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan
lawan bicara, misalnya :
- Siro wis madhyang? = kamu sudah makan?
- Riko wis madhyang? = anda sudah makan?
-
- Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
- Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel(umur)
- Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
- Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu)
Sedangkan Cara Besikiadalah bentuk "Jawa Halus" yang dianggap
sebagai bentuk wicara ideal. akan tetapi penggunaannya tidak seperti
halnya masyarakat Jawa, Cara Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat keagamaan dan ritual, selain halnya untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.
Kosakata
Kosakata Bahasa Osing berakar langsung dari bahasa Jawa Kuna, di mana banyak kata-kata kuna masih ditemukan di sana, di samping itu, pengaruh Bahasa Bali juga sedikit signifikan terlihat dalam bahasa ini. Seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet).
Pengaruh Bahasa Inggris juga masuk kedalam bahasa ini melalui para tuan tanah yang pernah tinggal di kawasan tersebut, seperti dalam kata :
- Sulung dari kata so long namun bermakna duluan
- Nagud dari kata no good bermakna jelek
- Ngepos dari kata pause bermakna berhenti
- Enjong dari kata enjoy bermakna enak,menyenangkan
Source : http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Osing
2.1 Jenis-jenis penyimpangan sosial
yang menjadi topic dalam program genre Indonesia
2.2.1
Seksualitas
Pengertian seksualitas adalah sebuah bentuk perilaku yang
didasari oleh faktor fisiologis tubuh. Istilah seks dan seksualitas adalah
suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum
seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu
aktivitas seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label gender, baik
seseorang itu pria atau wanita (Zawid, 1994; Perry & Potter 2005).
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas
diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin
yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai,
fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa
tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut
kepada lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan,
ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus,
seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata
(Denny & Quadagno, 1992; Zawid, 1994; Perry & Potter, 2005).
Menurut Hurlock (1999) dorongan seksual dipengaruhi oleh:
- Faktor internal
Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri
individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga
menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini
menuntut untuk segera dipuaskan.
- faktor eksternal
Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar
individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku
seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan,
informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi,
pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno.
Perubahan pola perilaku seksual di antara para remaja masa kini tidak dianggap
salah karena biasanya mereka hanya mempunyai satu pasangan seksual yang dalam
banyak kasus diharapkan akan dinikahi di masa mendatang. Meskipun hubungan yang
telah terjalin ditentang oleh para orang tua, namun banyak remaja tetap
melangsungkannya. Ini adalah suatu sikap permisif yang membuat penyimpangan
seksual yang terjadi menjadi lebih sulit untuk di hindari. Remaja akhir
(mahasiswa) secara psikologis memang sudah memiliki kematangan emosional akan
tetapi masih belum terasah dengan sangat baik sehingga dapat dipastikan
spontanitas dalam suatu penyimpangan apabila dilakukan satu individu biasanya
teman terdekat atau sebayanya akan cenderung melakukan hal yang sama. Edukasi
mengenai dampak dari seks dini atau pranikah sudah didapatkan oleh 75% responden dari penelitian yang dilakukan
penulis. Akan tetapi hasil penelitian lain bahwa hamper 60% dari jumlah
responden melakukan seks pra nikah pada bangku kuliah bahkan pada masa SMA hal
tersebut bertolak belakang dari apa yang di harapkan dalam sosialisasi bahaya
seks pra nikah atau seks pada usia dini. Ironis memang Negara mengatur atau
membentuk suatu wadah organisasi agar menjadi salah satu upaya pencegahan. Akan
tetapi dalam hal ini tidak di dapatkan apa yang dinginkan situasi seperti ini
sering di sebut Zero Result. Kegagalan dalam suatu program penataan kembali
norma sosial yang berlaku pada masyarakat. Prilaku menyimpang ini dapat
mengakibatkan beberapa hal yang lebih kompleks yang akan di jelaskan dalam
paper ini yaitu :
- Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual adalah kumpulan penyakit yang
menyerang organ genital sehingga mempengaruhi fungsi reproduksi yang tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penyakit ini di tularkan melalui hubungan
intim yang tidak aman. Seperti seks yang berganti-ganti pasangan, seks tanpa
menggunakan pelindung, seks sesama jenis dan berbagai prilaku seks yang
menyimpang. Data terakhir yang di baca oleh penulis terdapat sekitar 65% dari
jumlah responden yang mengaku pernah terjangkit penyakit menular seksual.
Penyakit yang paling sering di temui adalah Kandidasiasis, Siphilis dan
Gonorrhoe. Mereka mengaku tidak sadar pada saat awal terjangkit hingga terjadi
infeksi yang cukup berbahaya yang berakibat pada infertilisasi( kemandulan).
Kurangnya kepedulian terhadap diri sendiri memicu penyebaran penyakit menular
seksual menjadi lebih luas, Untuk itu penulis beranggapan bahwa perlunya suatu
kegiatan yang memicu kreativitas agar mahasiswa tidak mengalami waktu
kekosongan untuk melakukan prilaku negative. Bahaya dari penyaki menular
seksual yang paling akhir memang kemandulan dimana organ genital sudah tidak
mampu bereproduksi sehingga berpengaruh terhadap jumlah kelahiran sehat pada
masa ini. Jenis-jenis penyakit tertentu juga dapat ditularkan dari Ibu ke bayi
yang di lahirkan contohnya gonorrhoe yang menyebabkan kebutaan pada bayi yang
di lahirkan akibat infeksi bakteri di dalam selaput mata bayi. Bayangkan jika
dalam suatu Negara 7 dari 10 wanita terjangkit satu penyakit menular seksual
itu akan menyebabkan krisis Sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu
Negara yang mengakibatkan kemunduran dalam hal perekonomian,sosial dan budaya
dalam Negara tersebut.
- Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Kelanjutan dari dampak negative seks pra nikah adalah
kehamilan. Jika pada pasangan yang sah dalam ikatan pernikahan kehamilan
merupakan suatu anugerah terindah dari Tuhan YME. Akan tetapi jika kehamilan
terjadi pada pasangan sebelum menikah ini akan menjadi suatu permasahan yang
memicu pada praktek Aborsi. Praktek aborsi di dalam negeri
cenderung meningkat. Bahkan tren peningkatannya tiap tahun rata-rata mencapai
15 persen. Berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN, diperkirakan setiap tahun
jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Bahkan, 800 ribu di
antaranya terjadi di kalangan remaja. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks
pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Seperti di Surabaya tercatat 54
persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.Dari data tersebut dapat
dipastikan penyimpangan ini terjadi tiap tahun kian meningkat padahal sudah
terdapat upaya dalam masyarakat untuk mengurangi permasalahan tersebut. Akan
tetapi yang tejadi adalah sebaliknya apa yang terjadi dalam sistem pemerintahan
Indonesia kebijakan mengenai permasalahan ini sudah di berlakukan pemerintah
melalui BKKBN dengan program genre-nya.
- HIV/AIDS
Human Imunnodefeciency
Virus adalah salah satu jenis retrovirus yang dapat mereplikasi DNA/RNA dari
suatu sel yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Sedangkan Aquired Imunnodefeciency
Syndrome yaitu kumpulaan dari berbagai jenis penyakit yang diakibatkan dari
lemahnya sistem kekebalan alami tubuh. Virus ini menjadi trending topic sebagai
virus yang mematikan setelah human papilloma virus. Virus ini menyebar melalui
hubungan seks menurut data yang di keluarkan KPA pada tahun 2012 di kabupaten
jember terdapat ± 628 kasus yang tersebar di seluruh kecamatan kabupaten
jember. Meningkat kurang lebih 100 kasus dalam setahun yang jumlah seblumnya
adalah ± 528 kasus HIV/AIDS dan rata-rata usia penderita sekitar 21-25
tahun.usia ynag tingkat produktifitasnya mulai diakui masyarakat. Penyebaran
virus ini begitu menjadi momok di kalangan aktivis kesehatan. Penulis berfikir
bahwa jika kasus HIV/AIDS yang meningkat dapat dipastikan produktifitas masyarakat
akan menurun karena adanya stigma dan diskrimanasi dari masyarakat luas.
Sehingga mengakibatkan prilaku yang tidak kondusif terhadap penderita mulai
dari pengangguran, biaya yang digunakkan untuk melakukan pengobatan dan
lain-lain
2.2.2
Napza
( Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif)
Sudah
lebih dari 2 abad penyebaran narkotika ada di seluruh dunia. Mulai dari yang
terorganisir sampai yang tidak terorganisir, dalam salah satu wawancara yang
dilakukan penulis salah satu responden (tidak ingin nama disebut) mengatakan
bahwa “Kejahatan yang terorganisir dapat mengalahkan Kebaikan yang tidak
terorganisir” dapat diambil suatu filosofi dalam hal tersebut bahwa penyebaran
Narkotika yang sudah ada sejak dahulu tidak dapat di hancurkan dengan mudahnya
jika elemen-elemen dari masyarakat tidak berpartisipasi 100% dalam menolak
narkotika. Wilayah strategis Indonesia merupakan jalan masuk dan produksi dari
penyebaran narkoba contohnya saja aceh. Di aceh tanaman Cannabis indica atau yang sering disebut ganja dapat tumbuh dengan
subur tanpa ditanam sehingga aceh merupakan pusat produksi ganja ke seluruh
dunia. Dari fakta tersebut tidak dapat disalahkan banyaknya remaja yang
terhanyut dalam permasalahan ini. Kemudahan akses untuk mendapatkan barang
tersebut merupakan permasalahan utama dalam penyebaran narkotika. Menurut data
BNK kabupaten 20% kenaikan kasus narkotika yang dilakukan pelajar maupun
mahasiswa meningkat tiap tahunnya sehingga membuat keadaan krisis sumber daya
manusia yang berkualitas dari dalam negeri.
Navigation