MAKNA DAN KETENTUAN PUASA

A. Definisi Puasa Istilah puasa dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata shaum atau shiyaam dalam Bahasa Arab. Secara etimologi, puasa (shaum/shiyaam) berarti menahan diri dari suatu perbuatan dan meninggalkannya. Al-Qur’an menyebut kata shaum hanya satu kali, yakni dalam Surat Maryam ayat 19, “Sesungguhnya aku bernadzar shaum karena Allah.” Maksudnya, Maryam bernadzar menahan diri dari berbicara, sesuai dengan apa yang disyari’atkan agama Bani Israil saat itu, sedangkan kata shiyaam disebut oleh Al-Qur’an beberapa kali, salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa (shiyaam), sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” Secara etimologi (syara’), puasa adalah “Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat tertentu dan syarat-syarat tertentu pula.” (Muhammad ‘Uwaidah, 1998:231). Dalam pengertian lebih luas, menurut ahli sufi, puasa ialah “Menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh, mulai dari terbit fajar hingga maghrib, karena mengharap ridha Allah dan untuk menyiapkan diri bertakwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan mendidik keinginan (nafsu) sepanjang hari menurut cara yang disyari’atkan, disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang mengundang fitnah, serta perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan dan waktu yang telah ditetapkan.” (Mawardi, 2002: 8)

B. Macam-macam puasa Puasa dilihat dari aspek hukumnya, menurut sebagian besar ulama, terbagi atas dua macam, yaitu puasa fardhu dan puasa sunah (tathawwu’). Namun, ulama yang lain membagi puasa menjadi 4 macam, sebagai berikut:
1. Puasa Fardhu Puasa Fardhu adalah puasa yang hukumnya wajib, yakni apabila dikerjakan mendapat pahala, sebaliknya jika ditinggalkan mendapat dosa. Yang termasuk puasa fardhu sebagai berikut:
a. Puasa Ramadhan, yaitu puasa yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, khusus pada bulan Ramadhan. Sesuai dengan firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183).

b. Puasa Qadla, yaitu puasa yang wajib dilakukan karena berbuka ketika bulan Ramadhan, sebab udzur syar’i, seperti sakit, safar, atau disebabkan datang haid, nifas, dan lainnya. Hal ini sesuai firman Allah SWT, “Dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqarah: 185).

c. Puasa Kafarat, yaitu puasa yang wajib dilakukan oleh seseorang apabila ia berbuka dengan sengaja pada bulan Ramadhan (dalam hal ini ada unsur khilaf), bukan karena ada alas an udzur syar’i, seperti melakukan persetubuhan pada siang hari di bulan Ramadhan. Atau disebabkan seseorang membunuh secara tidak sengaja, atau karena ia melanggar sumpah.

d. Puasa Nadzar, yaitu puasa yang harus dilakukan disebabkan ia bernadzar mau melaksanakan puasa apabila hajat atau keinginannya terpenuhi. Puasa nadzar wajib hukumnya sesuai dengan apa yang dinadzarkan. Barangsiapa yang bernadzar puasa sehari atau beberapa hari, secara terus-menerus atau tidak, maka wajib baginya untuk menunaikan nadzarnya itu, yakni berpuasa selama tidak jatuh pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Hal ini sesuai fiman Allah SWT, “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka.: (QS. Al-Hajj: 29). Hal ini sejalan dengan petunjuk Nabi SAW, “Barangsiapa bernadzar mentaati Allah, hendaklah melakukannya. Dan barangsiapa yang bernadzar mengerjakan maksiat kepada Allah, janganlah melakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


2. Puasa Sunah (tathawwu’) Puasa sunah yaitu puasa yang apabila dikerjakan, ia akan mendapat pahala, sedangkan jika ditinggalkan ia tidak berdosa. Banyak puasa yang termasuk ke dalam kategori sunah, antara lain puasa Senin-Kamis, puasa Daud, Puasa Hari-hari putih (puasa tanggal 13, 14, 15 tiap bulan Qomariyah), puasa Rajab, puasa Sya’ban, puasa ‘Arafah, dan puasa Syawwal. Banyak hadist Nabi SAW yang menjelaskan keistimewaan puasa sunah tersebut.


 3. Puasa Haram Puasa Haram yaitu puasa yang dilakukan pada waktu-waktu yang diharamkan. Berikut puasa yang diharamkan.
a. Hari Idul Fitri dan Idul Adha Idul fitri jatuh pada tanggal 1 Syawal dan Idul adha pada tanggal 10 Dzulhijjah. Oleh sebab itu, haram hukumnya berpuasa pada waktu-waktu itu.

b. Hari Tasyriq Hari tasyriq adalah untuk makan, minum, dan menyebut (mengingat Allah SWT). Hari tasyriq jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (setelah Idul Adha). Sebagaimana diriwayatkan oleh Nabisyah Al-Hadzali, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hari-hari tasyriq adalah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim). Dari Amr ibn ‘Ash, ia meriwayatkan, “Bahwa hari-hari tasyriq itu merupakan hari ketika Rasulullah memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita puasa.”

c. Puasa Khusus pada Hari Sabtu Kita dilarang mengkhususkan puasa pada hari sabtu (HR. Ahmad), kecuali dengan niat membayar qadha, niat puasa Daud, atau niat puasa sunah lainnya.

d. Puasa Khusus pada Hari Jum’at Kita dilarang mengkhususkan puasa pada hari jumat (HR. Bukhari dan Muslim), kecuali dengan niat membayar qadha, niat puasa Daud, atau niat puasa sunah lainnya.

e. Puasa di Arafah Orang yang sedang melaksanakan haji (wukuf di Arafah, tamggal 9 Dzulhijjah) diharamkan melaksanakan puasa (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

f. Puasa pada Hari yang Meragukan Sebelum melaksanakan Ramadhan, kita harus mendapatkan kepastian apakah sudah masuk waktu Ramadhan atau belum. Kalau belum ada kepastian, sebaiknya kita tidak melaksanakannya, karena puasa pada hari yang meragukan itu dilarang (HR. Tirmidzi).

g. Puasa Mendahului Ramadhan Jika hari pertama puasa adalah besok, hari ini dan kemarin dilarang puasa. Namun, bagi orang-orang yang terbiasa melaksanakan puasa sunah, larangan ini tidak berlaku (HR. Bukhari dan Muslim).

h. Puasa Makruh Puasa makruh yaitu puasa yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan. Menurut Syekh Muhammad ‘Uwaid (1998:241-243), yang termasuk puasa makruh antara lain puasa seorang istri tanpa izin suami, puasa tanpa berbuka (wishal), puasa setahun penuh (dahr), dan puasa pada dua hari terakhir bulan Sya’ban.

By : Zeffri Irawan






Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Impossible is Nothing... - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -